Nias Tengah

Omo Niha: Rumah Manusia

Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun1500 SM. Pada zaman itu nenekmoyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran padazaman itu masih sangat sederhana. (sumber: http://bloggazrorry.blogspot.com/2012/12/pengertian-ukir-dan-ornamen.html).

Seiring berjalannya waktu, seni ukir ini terus berkembang mulai dari cara pembuatannya hingga bentuk dan corak dari ukiran tersebut. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ukiran adalah hasil karya dari kegiatan men- golah permukaan suatu objek trimatra dengan membuat perbedaan ketinggian dari permukaan tersebut sehingga didapati imaji  tertentu (Sulchan Yasyin, 1997:362).

Arsitektur Nias yang dapat kami jumpai hanya di beberapa tempat, dan untuk pencarian rumah di wilayah Nias Tengah juga tergolong sulit mengingat sudah sedikitnya rumah yang masih bertahan di wilayah tersebut. Seperti pada kebanyakan rumah Nias, Rumah ini memiliki pengaruh yang lebih besar ke arah selatan, dapat dilihat dari bentuk rumahnya yang berbentuk segi empat, berbeda dengan Nias Utara yang berbentuk oval. Sedangkan bentuk ventilasi berbentuk lebar karena menyesuaikan iklim tropis hangat yang ada di sana. Iklim Keadaan iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31°C. Kecepatan rata-rata dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara.

Rumah-rumah tradisional Nias menjadi langka saat memasuki wilayah Nias bagian tengah, padahal kebudayaan Nias beserta arsitekturnya berasal dari Nias tengah. Rumah- rumah di Nias tengah ada yang sudah tidak ditempati lagi. Pemerintah memberikan bantuan agar masyarakat tetap mempertahankan rumah asli peninggalan kebudayaan Nias ini. Sakral Rumah- rumah Nias terlihat sakral dengan patung - patung didepannya , yang menandakan sebagai penunggu atau penjaga rumah itu sendiri, terdapat satu rumah yang harus izin dahulu sebelum mengunjunginya agar terhindar dari kesialan menurut masyarakat setempat.

Lantai area ruang tidak memiliki perbe-daan ketinggian. Terdapat bangku yang dibuat pada sisi-sisi dinding bangunan. Bangku yang paling besar terletak di tepian jendela. Tamu- tamu bisa duduk diruang tamu yang memiliki banyak bangku memanjang sambil melihat keluar jendela. Ditiap rumah ada tulang babi dan ada satu rumah yang memiliki paruh burung enggang gading yang di gantung pada kolom bangunan.

Terdapat jendela yang dapat dibuka yang terdapat di atap pada sisi depan rumah yang dapat menjadi sumber cahaya alami selain  dari jendela memanjang. Pada bangunan asli memiliki atap yang menggunakan daun rumbia yang cukup mahal dengan perawatan yang ter- bilang sering. Beberapa rumah sudah memilih untuk berganti menggunakan atap seng untuk menggantikan atap rumbia. Pada struktur atap disusun oleh kayu yang terdapat pernyilangan kayu sebagai penguat di sisi atap. Tidak terdap- at paku pada keseluruhan bangunan. Rumah Nias Tengah berisi ruang bersama dan kamar- kamar untuk tidur, sedangkan dapur dipisah dengan  area  tambahan  di  belakang   rumah.

Silete sebagai kayu penopang diukir ter- lebih dahulu. Beberapa rumah diukir wujud ne- nek moyang. Setelah silete dipasang, kemudian dipasang ndriwa sebagai pengunci. Papan lan- tai bernama Fafa Bate diikuti dengan tiang pen- gunci dinding yang bernama Bugole Lenane. Lalu pemasangan lawa-lawa sebagai jendela utama pada bangunan. Setelah pemasangan jendela, kemduian dipasang saloha sebagai pe- nutup lawa-lawa. Setelah itu, pemasangan za- ru-zaru untuk plafon pada bangunan. Pemban- gunan rumah dilakukan dengan sistem gotong royong tanpa digaji tetapi dengan upah babi.

Rumah yang ada di Nias Tengah tidak mutlak sama dari segi pembangunan, pe- masangan, dan ukuran. Beberapa hal yang paling umum dari rumah-rumah nias adanya banyak ukiran yang ada pada kolom, balok, dan dinding. Di sisi luar bangunan terdapat patung- patung yang berbentuk manusia yang terbuat dari kayu yang dipahat. Pada bangunan asli tidak terdapat teras, jalur masuk melalui pintu yang terletak di samping bangunan. Namun ada satu rumah yang memiliki satu beranda kecil yang digunakan untuk duduk santai di samping rumah.