Arsitektur Bawean
Suku Bawean adalah komunitas yang penting di antara orang-orang Melayu di Singapura.1 Mereka berasal dari Pulau Bawean (Pulau Bawean) di Jawa Timur, dan bermigrasi ke Singapura sejak awal abad ke-19. Pada masa-masa awal, banyak dari mereka mendapatkan pekerjaan sebagai pengemudi dan pelatih kuda. Mereka tinggal di rumah-rumah komunal yang disebut pondoks. Saat ini, banyak orang Bawean masih mempertahankan ikatan dengan kerabat mereka di Pulau Bawean, meskipun sebagian besar generasi muda belum mengunjungi pulau itu.
Orang Bawean awalnya berasal dari Pulau Bawean, yang terletak 120 km sebelah utara Surabaya, ibukota Jawa Timur.2 Merantau (migrasi) adalah bagian penting dari budaya Bawean, sebuah tradisi di mana pria meninggalkan rumah mereka untuk mendapatkan uang dan kemudian kembali ke rumah mereka. tanah air.3 Karena ini, Pulau Bawean kadang-kadang disebut Pulau Putri (pulau perempuan) untuk menunjukkan dominasi perempuan.
Kata “Boyan” adalah istilah yang keliru. Itu berasal dari salah pengucapan “Bawean” oleh kolonial Eropa dan sejak itu tetap ada. Penduduk pulau Bawean menyebut diri mereka Orang Bawean atau Orang Babian, tetapi di daerah tempat mereka bermigrasi, termasuk Singapura, mereka menyebut diri mereka (atau disebut) sebagai Orang Boyan.5
Pulau Bawean diketahui memiliki keunikan terutama dalam hal ketenagakerjaan. Penduduk setempat lebih cenderung bekerja di Pulau Jawa, Sumatera bahkan sampai ke Batam, Tanjung Pinang, Singapura, dan Malaysia. Penduduk Pulau Bawean yang melakukan migrasi ke luar (out migration) didorong oleh sejulah pemenuhan kebutuhan hidup yang belum terpenuhi. Mereka merupakan angkatan kerja yang produktif dan telah berhasil mengatasi berbagai faktor yang merintanginya.
Sementara itu, tenaga kerja migran masuk kepulau ini berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka yang melakukan migrasi masuk tersebut mampu menangkap peluang angkatan kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena ketenagakerjaan yang ada di Pulau Bawean memiliki karakter yang khas. Struktur kependudukan penduduk setempat dapat menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, agar ketenagakerjaan memiliki kontribusi terhada pengembangan Pulau Bawean yang berkelanjutan perlu didukung dengan kebijakan ketenagakerjaan yang kondusif.
DOCUMENT PRODUCT
OUR JOURNEY
Hulö La'ewa nidanö ba ifuli fahalö-halö
Rasa kepersaudaraan itu sangat kuat dan susah untuk dipecahbelahkan meskipun banyak hal yang merupakan tantangan di antara kehidupan orang yang bersaudara.
OUR TEAM
Architecture Excursion of Bawean 2019
BAWEAN 2019
“Menggali lebih dalam Ketukangan dalam Sejarah dan Budaya Bawean ”
Bawean merupakan salah satu pulau kecil di sebelah utara Gresik yang memiliki pariwisata dan Karya Arsitektur yang indah. Tujuh hari di Bawean dilakukan untuk mengkaji bangunan-bangunan yang berada pada Bawean, seperti Dhurung dan rumah-rumah disana.Tak lupa juga melihat keindahan-keindahan alam yang berada di Bawean.
Masyarakat pada pulau Bawean memiliki Bahasa yang berbeda-beda di setiap kecamatan. Ada yang menggunakan bahasa Boyan/Babian, ada yang menggunakan bahasa Madura, ada juga yang menggunakan bahasa Diponggo yang merupakan campuran dari bahasa Jawa dan bahasa Babian. Hal ini menandakan bahwa Pulau Bawean sebagai pulau perlintasan banyak suku salah satunya terbukti dengan bahasanya yang bermacam-macam. Mayoritas masyarakat Bawean umumnya bertani, berdagang dan menjadi nelayan.
Berbagai bangunan berada pada Bawean diantaranya adalah Dhurung dan Rumah Tradisional. Dhurung merupakan bangunan seperti balai kecil yang terletak di depan rumah masyarakat Bawean.Fungsinya yaitu untuk menerima tamu atau sekedar duduk-duduk santai dan beristirahat setelah pulang kerja. Selain itu Dhurung juga dapat berfungsi sebagai tempat menyimpan padi (lumbung padi) atau hasil panen lainnya yang diletakkan pada bagian atasnya.
Akan tetapi, nasib Dhurung yang menjadi ciri khas Bawean ini mulai terancam punah. Sebagian besar dhurung peninggalan nenek moyang warga Bawean ini kini menjadi buruan kolekto bangunan antik, dari dalam maupun luar negeri. Kesadaran yang turun untuk melestarikan kekayaan luhur menyebabkan Dhurung mulai kehilangan eksistensinya secara perlahan.
Pada sektor industri terdapat berbagai sektor kerajian, ada kerajinan gerabah, kerajinan ayaman pandan, dan kerajinan perahu. Kerajinan-kerajinan ini sudah melekat pada masyarakat Bawean. Sektor-sektor ini akan dikembangkan untuk mununjang Pariwasata Bawean agar lebih dikenal oleh banyak masyarakat di Indonesia maupun luar negeri.
Banyak wisatawan yang mengetahui keberadaan pulau Bawean, namun tak banyak yang pernah berkunjung untuk menikmati keindahannya. Hal tersebut dikarenakan oleh kurangnya promosi yang dilakukan pemerintah. Pemerintah memiliki pengaruh besar dalam pengembangan dan promosi pulau Bawean. Sehingga dibutuhkan sebuah media dari pemerintah untuk mempromosikan pulau Bawean tersebut.
1. Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. Hibah Kerjasama Riset Luar Negeri dan Publikasi Internasional 2019.
2. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Islam Indonesia
3. Jurusan Arsitektur FTSP, Universitas Islam Indonesia.
4. Mahasiswa Ekskursi Arsitektur, Jurusan Arsitektur FTSP, Universitas Islam Indonesia.
5. Sekolah Tukang Nusantara
6. Ibu Hj. Mustariah | Desa Pudakit Timur
7. Bapak Sugeng | Desa Pudakit Barat
CONTACT US
Product
- Keranjang/ Onlineshop